Total Tayangan Halaman

Minggu, 26 Juni 2011

Problema Kota Jakarta dan anak jalanan.

Kepala Dinsos DKI Jakarta, Kian Kelana, mengatakan, sebanyak 3.350 anjal mendapat bantuan program melalui dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Negara (APBN). Sisanya sebanyak 364 anjal mendapat alokasi APBD dan 180 anjal melalui program tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan. Dengan kata lain, sebanyak 4.104 anjal belum tersentuh program pemberdayaan yang bertujuan mengubah perilaku sosial tersebut.


Artikelnya

Melihat artikel tersebut, maka pemerintah masih harus mengerjakan pekerjaan rumah di kota Jakarta yang belum selesai sampai sekarang. Banjir, macet, kebersihan kota ditambah anak jalanan menjadi problematika kota Jakarta di tengah kemewahan dan pembangunan kota Jakarta.

Mari kita melihat gambar disini, saya mengambilnya sewaktu saya naik bus kota untuk melihat anak jalanan, dan kegiatannya..

 Potret kecil anak jalanan

Amplop untuk memasukkan uang

Inilah sedikit potret kecil anak jalanan yang membuat hati kita miris dan bingung apa yang pemerintah telah kerjakan selama ini untuk mengatasi masalah tersebut.
Kota Jakarta adalah kota yang penuh dengan pembangunan gedung pencakar langit, investasi terus berkembang dan juga semakin padatnya penduduk di Jakarta. Tapi, apa yang telah mereka lakukan kepada anak jalanan??

Kesenjangan sosial adalah jawaban atas problema anak jalanan. Banyaknya pembangunan perumahan elit dan berkelas, apartemen dan gedung kantor, mall yang megah pun tak bisa menutupi kecacatan kota Jakarta.
Selama masih ada anak jalanan, apa Jakarta bisa dikatakan maju?? Saya jawab BELUM

Perkembangan anak jalanan di Jakarta tentu karena beberapa hal, dan sudah menjadi umum dalam masyarakat, yakni pengangguran dan kemiskinan.
Banyak anak balita yang disewakan kepada orang lain untuk mengamen dan megnemis sehingga orang tersebut dapat penghasilan lebih karena menyewa anak balita tersebut.
Ditambah adanya premanisme dimana ia menjadi pemimpin anak-anak. Preman tersebut menerima seotran uang dari anak-anak yang dipekerjakan secara paksa oleh oknum tersebut.

Bagaimana dengan pembangunan gedung baru DPR?? tentu jalan terus. Gedung DPR ini melambangkan kecacatan kesenjangan sosial yang tak kunjung selesai. Kemiskinan masih menjadi luka yang mengangga bagi rakyat miskin namun pemerintah masih foya-foya dalam menggunakan anggaran negara, sebagai contoh anggaran pulsa. Maka, pemerintah dinilai belum mampu mewujudkan kata "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara" yang tertera dalam UUD 45.

Anggaran pulsa, anggaran gedung baru, studi ke luar negeri tentulah cukup untuk membangun sekolah gratis disertai pembiayaan gaji guru yang teratur. Saran saya adalah diperlukannya pembangunan sekolah gratis bertaraf nasional. Banyak orang-orang yang bersedia untuk menjadi guru honorer bahkan dengan gaji murah sekalipun. 

Pembangunan sekolah gratis tentu bertaraf nasional, dimana kelulusannya sama dengan kualitas sekolah lainnya di Indonesia. Tak adanya diskriminasi tentu dapat mengurangi anak jalanan dan perbaikan edukasi di Indonesia. 

Dalam mengatur biaya pendidikan, tentulah harus "turun ke bawah" diaman langsung menuju sekolahnya, jangan lewat "perantara" karena banyak oknum yang bagi hasil terhadap anggaran tersebut. Pemerintah pasti bisa melihat dan sdar akan problema di kota Jakarta. 

Jangan hanya melihat dari sisi kemacetan saja, teman-teman. sahabat kita butuh perubahan sekarang, mereka tak bersekolah karena tuntutan ekonomi orang tua nya. Mereka merindukan sekolah dan pendidikan, mereka tentu mau bersekolah. 

Kerjasama dan koordinasi antara masyarakat, pemerintah, dan asosiasi diperlukan untuk mencegah berkembangnya anak jalanan tersebut, dan diperlukan tindakan yang berkesinambungan untuk dapat mencerdaskan anak terlantar dan fakir miskin, jangan dimusnahkan dan dipinggirkan. Cukup lama mereka menderita dibalik megahnya kota Jakarta. 

- Richard Ivander

Tidak ada komentar:

Posting Komentar